Global Variables

Kamis, 26 April 2012

HISAB AWAL BULAN QOMARIYAH SISTEM TAHQIQI

HISAB AWAL BULAN QOMARIYAH
SISTEM TAHQIQI

  1. PENGANTAR
Dalam sejarah, sejak mulai zaman Sahabat Rasulullah SAW sampai sekarang ternyata para khalifah, sultan, ulil amri menggunakan sistem rukyah sebagai dasar itsbat atau penetapan awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal, dan awal bulan Dzulhijjah sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, meskipun pada abad 8 ilmu hisab dari India telah masuk.
Dari awal peradaban, manusia telah merasakan perlunya sistem pembagian waktu menjadi satuan-satuan periode bulan dan tahun yang lazim disebut Kalender atau Taqwim (Arab). Kebutuhan manusia akan sistem kalender itu berhubungan erat dengan kepentingan kehidupan sehari-hari mereka dan atau kepentingan kehidupan keagamaan mereka terutama dalam hal ibadah sholat, puasa, dsb.
Acuan yang digunakan untuk menyusun kalender atau taqwim tersebut adalah siklus pergerakan dua benda langit yang sangat besar pengaruhnya pada kehidupan manusia di Bumi, yakni Bulan dan Matahari. Kalender yang disusun berdasarkan siklus sinodik Bulan dinamakan Kalender Bulan (Qamariyah, Lunar). Kalender yang disusun berdasarkan siklus tropik Matahari dinamakan Kalender Matahari (Syamsiyah, Solar). Sedangkan kalender yang disusun dengan mengacu kepada keduanya dinamakan Kalender Bulan-Matahari (Qamariyah-Syamsiyah, Luni-Solar).
Terdapat banyak metode hisab (sistem hisab) untuk menentukan posisi bulan, matahari dan benda langit lain dalam ilmu Falak. Sistem hisab ini dibedakan berdasarkan metode yang digunakan berkaitan dengan tingkat ketelitian atau hasil perhitungan yang dihasilkan. Beberapa metode tersebut adalah hisab urfi, hisab taqribi, hisab haqiqi, hisab haqiqi tahqiqi, dan hisab kontemporer.
Dalam kesempatan ini kami akan membahas metode perhitungan penanggalan menggunakan metode hisab haqiqi. Hisab Haqiqi (haqiqah = realitas atau yang sebenarnya) menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematik menggunakan rumus-rumus terbaru dilengkapi dengan data-data astronomis terbaru sehingga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi.
Ada sedikit kelemahan dari sistem hisab ini yakni perhitungan menggunakan kalkulator yang mengakibatkan hasil hisab kurang sempurna atau teliti karena banyak bilangan yang terpotong akibat digit kalkulator yang terbatas. Beberapa sistem hisab haqiqi yang berkembang di Indonesia diantaranya: Hisab Hakiki, Tadzkirah al Ikhwan, Badi’ah al Mitsal dan Menara Kudus, Al Manahij al Hamidiyah, Al Khushah al Wafiyah, dsb.

  1. PEMBAHASAN
1.      SEJARAH HISAB HAQIQI
Hisab Hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Sejarah hisab tahqiqi dapat dirunut dari sejarah hisab taqribi, karena dalam konteks Indonesia hisab hakiki dapat dikelompokkan menjadi tiga generasi, yaitu hisab hakiki taqribi, hisab hakiki tahqiqi, dan hisab hakiki kontemporer.
Ketika ilmu hisab masuk dalam kalangan umat Islam pada abad 8 Masehi di masa Dinasti Abasiyah, maka mulai berkembang pemikiran untuk menggunakan hisab bagi penentuan awal bulan qamariyah.
Pada beberapa literature kitab falak, dijelaskan bahwa orang yang pertama kali menemukan ilmu hisab adalah nabi idris. Mulai dari sini dapat kita telusuri bahwa hisab rukyah telah ada sejak waktu itu, atau bahkan lebih.
Masih dari literature mengenai ilmu hisab, ilmu falak mulai nampak sekitar abad ke-28 SM. Ilmu ini digunakan untuk menentuksn waktu penyembahan berhala. Hal ini nampak dibeberapa Negara seperti mesir untuk menyembah dewa osiris, isis dan yang lain.
Sedangkan nama-nama hari dalam seminggu telah diketahui sejak 5.000 tahun yang lalu sebelum masehi. Hari-hari tersebut diberi nama dengan nama-nama benda langit; matahari untuk hari ahad, bulan untuk hari senin, mars untuk hari selasa, mercurius untuk hari rabu, Jupiter untuk hari kamis, venus utuk hari jum’at, dan saturnus untuk hari sabtu. [1]
Selanjutnya pada abad XX SM, di tionghoa telah ditemukan alat untuk mengetahui pergerakan matahari dan benda langit lainnya. Menurut sejarah mereka pulalah yang pertama kali menentukan terjadinya gerhana matahari.[2]
Dalam sejarah Indonesia, ilmu hisab mulai nampak pada pertengahan abad ke-20. dimana tingkat kajian islam tertinggi terletak di makkah  yang kemudian berpindah ke kairo.[3] Mulai dari sinilah kajian islam termasuk ilmu falak dikaji secara khusus, yakni periode masuknya islam di Indonesia dan periode zaman reformisme abad ke-20.[4]
Ilmu falak banyak berkembang di pondok-pondok pesantren di jawa dan sumatera. Kitab-kitab falak yang dikembangkan biasanya mabda’ dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya.
Dan sampai saat ini kitab-kitab hisab di Indonesia dapat dikatkan sudah relative banyak, oleh karena itu departemen agama mengadakan pemilahan kitab dan buku astronomi atas dasar keakuratannya yakni hisab haqiqi taqribi, hisab haqiqi tahqiqi, hisab haqiqi kontemporer.[5]

2.      PEMIKIRAN
Pemikiran dalam Hisab ini menggunakan terobosan dalam dunia falak yang memanfaatkan software berupa program-program aplikasi komputer yang secara umum digunakan dalam dunia astronomi. program-program tersebut disusun menggunakan acuan rumus-rumus algoritma yang rumit dan masuk dalam kategori high accuracy algorithm seperti tersebut di atas.
Beberapa program didisain khusus untuk keperluan hisab dan rukyat namun lebih banyak adalah program aplikasi astronomi umum yang bisa dimanfaatkan untuk mengetahui posisi bulan dan matahari. Beberapa software ini merupakan produk dalam negeri hasil karya anak bangsa selebihnya merupakan hasil karya bangsa lain atau perusahaan pembuat software. Beberapa software aplikasi falak yang dimiliki oleh RHI baik yang dijalankan menggunakan operating sistem DOS maupun Windows diantaranya :
1. Accurate Times Version 5.1 © Mohd. Odeh  (3,5 Mb)
2. Mooncalc Version 6.0 (DOS) © Dr. Monzur Ahmed  (1,2 Mb)
3. Starrynight Pro Plus Version 6  © Imaginova   (11 Gb)
4. Winhisab Version 2.0 © BHR Indonesia  (3,5 Mb)
5. QiblaCalc Version 1.0 © Dr. Monzur Ahmed (2,7 Mb)

Untuk mengetahui lebih banyak mengenai Software tersebut, silahkan melihat di halaman Software dan anda dapat download beberapa program untuk mencoba melakukan hisab terhadap hilal bulan yang akan datang menggunakan program komputer tersebut.

3.      PERHITUNGAN
Pada garis besarnya ada dua sistem yang di pegang para ahli hisab dalam menentukan awal bulan qomariyah, yaitu:[6]
a.Sistem ijtima’
kelompok yang berpegang pada sistem ijtima’ menetapkan bahwa jika ijtima’ terjadi sebelum saat matahari terbenam, maka sejak matahari terbenam itulah awal bulan baru sudah  mulai masuk.
 b. sistem posisi hilal
Kelompok yang berpegang pada posisi hilal menetapkan jika pada saat matahari terbenam posisi hilal sudah berada diatas ufuk, maka sejak matahari terbenam itulah bulan baru mulai dihitung.
Para ahli hisab yang berpegang pada posisi hilal, terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
Pertama, kelompok yang berpegang pada ufuk haqiqi atau true horizon, kelompok ini mengemukakan bahwa awal bulan qomariyah adalah ditentukan oleh tinggi haqiqi titik pusat bulan yang diukur dari ufuk haqiqi (ufuk haqiqi adalah ufuk yang berjarak 90 dari titik zenith atau titik puncak bola langit).
Kedua, kelompok yang berpegang pada ufuk mar’I atau visible horizon, kelompok ini menetapkan bahwa awal bulan qomariyah mulai dihitung jika saat matahari terbenam posisi  piringan bulan sudah lebih timur dari posisi piringan matahari. Yang menjadi ukuran arah timur dalam hal ini adalah ufuk mar’i.
Jadi, artinya menurut kelompok ini, jika pada saat matahari terbenam tinggi lihat piringan atas hilal sudah berad diatas ufuk mar’I, maka jarak itu bulan baru sudah mulai dihitung. (ufuk mar’I atau visible horizon adalah ufuk yang terlihat oleh si peninjau. Bedanya ufuk mar’I dengan ufuk haqiqi adalah seharga nilai kerendahan ufuk yang diakibtkan oleh ketinggian tempat mata si peninjau). Dalam praktek perhitungannya kelompok ini memberikan koreksi-koreksi terhadap tinggi hilal menurut peerhitungan kelompok pertama. Koreksi-koreksi tersebut adalah:
a. Beda lihat (paralaks) atau ikhtilaful madhor, DIKURANGKAN.
Dengan koreksi ini berarti tinggi hilal diperhitungkan dari permukaan bumi tempat si peninjau, bukan dari titk pusat bumi.
b. Seperdua dari setengah bulan atau semidiameter, DITAMBAHKAN.
Dengan koreksi ini yang diukur adalah piringan atas bulan bukan titik pusat  bulan.
c. Pembiasan sinar (refraksi) atau dakoikul ikhtilaf, DITAMBAHKAN.
Sedangkan koreksi ini menghitung tinggi lihat hilal bukan tinggi nyata.
d. Kerendahan ufuk (dip) atau ikhtilaful ufuk, DITAMBAHKAN.
Dengan koreksi ini berarti tinggi hilal diperhitungkan dari ufuk mar’I bukan ufuk haqiqi. Kerendahan ufuk ditimbulkan oleh ketinggian tempat si peninjau dari horizon (dari atas permukaan lautnyang lainnya).
Ketiga, kelompok yang berpegang pada imkanurrukyah. Kelompok ini mengemukakan bahwa untuk masuknya awal bulan baru, posisi hilal pada saat matahari terbenam harus berada pada ketinggian tertentu sehingga memungkinkan untuk dapat rukyah.
Adapun cara perhitungan Hisab Awal Bulan Qamariyah dengan menggunakan sistem ephimeris sebagai berikut:
Contoh praktis menghisab awal bulan Qamariyah sistem Ephemeris, misal hisab awal bulan Syawal 1430 H untuk markaz semarang dengan data astronomis Lintang (f) = -6° 59’ 23” LS, Bujur = 110° 26’ 38” BT, Ketinggian (h)= 95 M.
Langkah-langkah yang harus ditempuh :

A.    Menghitung  perkiraan Akhir Ramadhan 1428 H
29 Ramadhan 1428 H  secara astronomis berarti  1427 th + 8 bl + 29 hari
1427/30 (1                                                     =  47 Daur + 17 Tahun + 8 bl + 29 hari
47  daur x 10631 (2                                       =  499.657 hari
17 th          = (17x 354) + 6 (3                       =      6024 hari
8 bl            = (30x4) + (29x4) (4                    =        236 hari
29 h                                                              =          29 hari+
                                                                     =  505.946 hari (5
Tafawut (Angg M – H)                                =  227016 hari (6
Anggaran baru Gregorius ( 10 + 3 )            =         13 hari+
                                                                     = 732.975 hari (7
732.975 /1461 (8                                           = 501 + 1014 hari
501 Siklus = 501 x 4                                    = 2004
1014 hari (9                                                   = 2 tahun + 284 hari
284 hari                                                        = 9 bulan + 11 hari

Sehingga menjadi 11 hari +9 bl + 2007 tahun (yang sudah dilewati). Maka menjadi 11 Oktober 2007  hari Kamis Legi.

B.     Menentukan terjadinya ijtima’ (Iqtiraan) akhir Ramadhan 1428 H. yang diperkirakan terjadi sekitar tanggal 11 Oktober 2007 M. dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Perhatikan Fraction Illumination ( cahaya bulan ) terkecil dari Ephemeris 2007 pada bulan Oktober, pada tanggal 11 Oktober 2007 M. pk. 04 GMT, pk. 05 GMT dan pk. 06 GMT yaitu 0.00087, 0.00087 dan 0.00091. Setelah itu perhatikan Ecliptic Longitude Matahari (EL) Thul al-syamsi dan Apparent Longitude Bulan (AL) Thul al-qamar pada jam jam tersebut dan pilih yang cocok, yaitu yang pertama AL harus lebih kecil dari EL dan yang kedua AL harus lebih besar dari EL. Dalam hal ini ternyata ijtima’ terjadi antara pukul 05 dan 06 GMT atau antara pk. 12 dan 13 WIB.
JAM  GMT                          EL                               AL
05                                         197° 30’ 24”                197° 29’ 16”
06                                         197° 32’ 53”                197° 59’ 05”
2.      Kemudian lakukan interpolasi (Ta’dil) dengan rumus sebagai berikut:
IJTIMA’       = J1 + ((EL1 – AL1) ¸ ((AL2 – AL1) – (EL2 – EL1)))
                        = pk. 05 + ((197° 30’ 24” – 197° 29’ 16” ) ¸ ((197° 59’ 05” - 197° 29’ 16”)   – (197° 32’ 53” - 197° 30’ 24” )))*
                                    = pk. 05. 02. 29,27 GMT  + 7j    **
= pk. 12. 02.29,27
                                    = pk. 12. 02. 29 WIB.
*Cara pejet    :  5 DEG + ((197.3024 DEG – 197.2916 DEG) ¸ ((197.5905 DEG – 197.2916 DEG) – (197.3253 DEG – 197.3024 DEG ))) = 2ndF DEG = 5.022927 (baca : pk. 05. 02. 29,26)
** Cara pejet :  5.022927 DEG + 7 DEG = 2ndF DEG = 12.022926 (baca : pk. 12. 02. 29.26)

Berarti IJTIMA’ akhir Ramadhan 1428 H. terjadi hari Kamis Legi, tanggal 11 Oktober 2007 M. pk. 12.02.29 WIB.

C.     Menentukan terbenam Matahari di Menara Masjid Agung Jawa Tengah pada tanggal 29 Ramadhan 1428 H./11 Oktober 2007 M. dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Hitung tinggi Matahari saat terbenam ( h0 ) dengan rumus:
h0                    = - ( ku + ref + sd )

ku adalah kerendahan ufuk dapat diperoleh dengan rumus:
ku              = 0° 1.76’ Ö h
                  = 0° 1.76’ Ö 95 m
                  = 0° 17’ 9.26”
Cara Pejet : 0.014560 DEG x 95Ö = 2ndF DEG = 0.170926
    (baca : 0° 17’ 9.26”)

ref              = 0° 34’(refraksi/pembiasan tertinggi saat ghurub)
sd              = 0° 16’ semi diameter matahari rata-rata.

h0                    = - ( ku + ref + sd )
                  = - ( 0° 17’ 09.26” + 0° 34’ + 0° 16’ )
                  = - 1°  7’  9”.26
Cara Pejet : (0.170926 DEG + 0.34 DEG + 0.16 DEG) +/- = 2ndF DEG = - 1.070926 (baca : - 1° 7’ 9.26”)
  
2.       Tentukan deklinasi matahari ( d0 ) al-Mail Syam dan equation of time ( e ) Ta’dilal Waqt/Ta’diasy Syam atau Perata Waktu pada tanggal 29 Ramadhan 1428 H./11 Oktober 2007 M. saat ghurub di Menara Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang dengan prakiraan ( taqriby ) maghrib kurang lebih pk. 18 WIB ( 11 GMT ), diperoleh: d0 = -6° 57’ 57” dan e = 0j 13m 10d.

3.      Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) prakiraan ( taqriby ) saat terbenam dengan rumus:
Cos to = - tan f x tan d0+ sin h0 ¸ cos f ¸ cos d0
·         Cara pejet kalkulator 1 
6° 59’ 23” +/- tan +/- x 6° 57’ 57” +/- tan + 1° 7’ 9,26” +/- sin ¸ 6° 59’ 23” +/- cos ¸ 6° 57’ 57” +/- cos = shift cos shift ° = 91° 59’ 40,55”
·         Cara pejet  kalkulator 2
shift cos ( - tan (-)6° 59’ 23” x tan (-) 6° 57’ 57” + sin (-) 1° 7’ 9,26” ¸ cos (-)6° 59’ 23” ¸ cos (-) 6° 57’ 57” ) = shift ° = 91° 59’ 40,55”
·         Cara pejet  kalkulator 3
6.5923 +/- DEG tan +/-  x  6.5757 +/- DEG tan + 1.070926 +/- DEG sin ¸ 6.5923 +/- DEG cos ¸ 6.5757 +/- DEG cos = 2ndF cos 2ndF DEG = 91.594054 (baca : 91° 59’ 40.54”)

Jadi sudut waktu matahari  t0              = 91° 59’ 40,55”
                                 = +6j  7m  58,7d
Cara pejet   : 91.594054 DEG ¸ 15 = 6.075870    (baca : 6j 7m 58,7d)
4.      Terbenam matahari  
                     = pk. 12 + (+6j  7m  58d,7 )
                     = pk. 18. 07. 58,7 WH – e + ( BTd –BTx )
                                 = pk. 18. 07. 58,7 – ( +0j 13m 10d ) +( 105° - 110° 26’ 38”)*
                    = pk. 18. 07. 58,7 – 0j 13m 10d  +(-0 j 21m 46.53d)**
                                 = pk. 17. 33. 02,17 WIB.
                                 = pk. 17. 33. 03    WIB ( dibulatkan ).
* Cara pejet   : (105 DEG – 110.2638 DEG) ¸ 15 = 2ndF DEG = - 0.214653 (baca : -0° 21’ 46.53”).  
** Cara pejet :  18.075870 DEG – 0.1310 DEG + 0.214653 +/- DEG = 2ndF DEG = 17.330217       (baca : 17. 33. 02,17)

5.      Tentukan deklinasi matahari ( d0 ) dan equation of time ( e ) Ta’dilal Waqt/Ta’diasy Syam atau Perata Waktu  pada tanggal 29 Ramadhan 1428 H./11 Oktober 2007 M. saat ghurub di Menara Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang yang sesungguhnya ( hakiki ), yaitu pk. 17. 33. 03  WIB dengan melakukan interpolasi sebagai berikut:

6.      Deklinasi matahari ( d0 ) al-Mail  Syam
pk. 17. 33. 03 WIB. dengan rumus :
               d0                = d01 + k  (d02 -d01 )
               d01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = -6° 57’ 00”
         d02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = -6° 57’ 57”
               k  ( selisih waktu )                      =  00j 33m 03d
d(      = -6° 57’ 00” + 00j 33m 03d x ( -6° 57’ 57”- (-6° 57’ 00”))
                  = -6° 57’ 31,4”
Cara pejet   :  6.57 +/- DEG + 00.3303 DEG x (6.5757+/- DEG - (6.57 +/- DEG)) = 2ndF DEG           = -6.573139 (baca : -6° 57’ 31.39”)

7.      Equation of Time  ( e ) Ta’dilal Waqt/Ta’diasy Syam.
Pk. 17. 33. 03  WIB. dengan rumus:
         e                          = e1 + k (e2 - e1 )
         e1 ( pk. 17 WIB/10 GMT )   =  00j  13m  09d
         e2 ( pk. 18 WIB/11 GMT )   =  00j  13m  10d
        k  ( selisih waktu )                =  00j  33m  03d

         e       =  00j  13m  09d + 00j 32m 03d x ( 00j  13m  10d - ( 00j  13m  09d ))
                  =  00j  13m  09,55 d
Cara pejet   : 0.1309 DEG + 0.3203 DEG x ( 0.1310 DEG - (0.1309 DEG )) =2ndF DEG = 0.130953 (baca : 00j  13m  09,53 d)

8.      Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) sesungguhnya ( hakiki ), saat terbenam dengan rumus:
Cos to = - tan f x tan d0+ sin h0 ¸ cos f ¸ cos d0

·         Cara pejet kalkulator 1 
6° 59’ 23” +/- tan +/- x 6° 57’ 31.4” +/- tan + 1° 7’ 9.26” +/- sin ¸ 6° 59’ 23” +/- cos ¸ 6° 57’ 31.4” +/- cos = shift cos shift ° = 91° 59’ 37.3”
·         Cara pejet  kalkulator 2
shift cos (- tan (-)6° 59’ 23” x tan (-) 6° 57’ 31.4” + sin (-) 1° 7’ 9.26” ¸ cos (-)6° 59’ 23” ¸ cos (-)6° 57’ 31.4”)= shift ° = 91° 59’ 37.3”
·         Cara pejet  kalkulator 3
6.5923 +/- DEG tan +/-  x 6.573139 +/- DEGtan + 1.070926 +/- DEG sin ¸ 6.5923 +/- DEG cos ¸ 6.573139 +/- DEG cos = 2ndF cos 2ndF DEG = 91.593729 (baca : 91° 59’ 37.29”) =
Jadi Sudut Waktu Matahari t0            = 91° 59’ 37.3”
                                                = +6j 7m 58,49 d
Cara pejet      :  91.593729 DEG ¸15= 2ndF DEG = 6.075848 (baca : 6j 7m 58,48d).

9.      Terbenam matahari  
                           = pk. 12 + (+6j  7m  58d,49 )
                              = pk. 18. 07. 58,49 WH – e + ( BTd –BTx )
                              = pk. 18. 07. 58,49 – (+0j 13m 9d,55) + ( 05°-110° 26’ 38” )*
                              = pk. 17. 33. 02,4 WIB.
                                          = pk. 17. 33. 03    WIB ( dibulatkan ).
* Cara pejet   : (105 DEG – 110.2638 DEG) ¸ 15 = 2ndF DEG
                           = - 0.214653 (baca : -0° 21’ 46.53”).       
** Cara pejet :  18.075848 DEG – 0.130955 DEG + 0.214653 +/- DEG = 2ndF DEG = 17.330240 (baca : 17. 33. 02,4)

D.    Menghitung Azimuth Matahari ( Az0 ) saat ghurub
pk. 17.33.03 WIB ( pk. 10.33.03 GMT ) dengan rumus:
Cotan Ao = - sin fx  ¸ tan t + cos fx x tan d0  ¸ sin t
  
·         Cara pejet kalkulator 1
6° 59’ 23” +/- sin +/- ¸ 91° 59’ 37.3” tan +6° 59’ 23” +/- cos x 6° 57’ 31.4” +/- tan ¸ 91° 59’ 37.3” sin = shift 1/x shift tan shift °  = -82°  50’  57.39” 
·         Cara pejet kalkulator 2
shift tan ( - sin (-) 6° 59’ 23” ¸ tan 91° 59’ 37.3” + cos (-)6° 59’ 23” x tan (-)6° 57’ 31.4” ¸ sin 91° 59’ 37.3” )x-1 = shift ° = -82°  50’  57.39” 
·         Cara pejet kalkulator 3
6.5923 +/- DEG sin +/- ¸ 91.593729 DEG tan + 6.5923 +/- DEG cos x 6.573139 +/- DEG tan ¸ 91.593729 DEG sin = 2ndF 1/x 2ndF tan 2ndF DEG = -82.505739  (baca : -82°  50’ 57.39”) 
Jadi azimuth matahari adalah  A0          = -82°  50’  57.39”  ( SB )

Azimuth Matahari ( Az0 )           = 180° + 82°  50’  57.39”
                                                      = 262°  50’  57.39”
Cara pejet   :  180 DEG + 82.505739 DEG = 2ndF DEG = 262.505739 (baca : 262° 50’  57.39”)

E.     Menentukan Right Ascension Matahari ( ARA0 ) al-Mathalai’ al-Baladiyah
pk. 17.33.03 WIB ( pk. 10.33.03 GMT ) dengan rumus interpolasi (Ta’dil) sebagai berikut:

ARA0     = ARA01 + k ( ARA02 – ARA01 )
ARA01  ( pk. 17 WIB/10 GMT )            = 196° 19’ 42”  
ARA02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 196° 22’ 00”
k    ( selisih waktu )                                =  00j 33m 03d

ARA0           = 196° 19’ 42” + 00j 33m 03d x ( 196° 22’ 00” - 196° 19’ 42”)
                     = 196° 20’ 58”
Cara pejet   :  196.1942 DEG + 0.3303 DEG x ( 196.22 DEG – 196.1942 DEG) = 2ndF DEG = 196.2058 (baca :196° 20’ 58”).

F.      Menentukan Right Acsension Bulan ( ARA( ) al-Mathalai’ al-Baladiyah
pk. 17.33.03 WIB ( pk. 10.33.03 GMT ) dengan rumus interpolasi (Ta’dil) sebagai berikut:

ARA(      = ARA(1 + k ( ARA(2 – ARA(1 )

ARA(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 197° 04’ 34”
ARA(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 197° 31’ 50”
k    ( selisih waktu )                                =  00j  33m 03d

ARA(            = 197° 04’ 34” + 00j 33m 03d x ( 197° 31’ 50”– 197° 04’ 34”)
                     = 197°  19’  35”,1
Cara pejet   :  197.0434 DEG + 00.3303 DEG x ( 197.3150 DEG – 197.0434 DEG) = 2ndF DEG = 197.193516 (baca : 197°  19’  35.16”).

G.    Menentukan Sudut Waktu Bulan ( t( )
pk. 17.33.03 WIB ( 10.33.03 GMT ) dengan rumus sebagai berikut:

t(                   = ARA0 + t0 - ARA(
            = 196° 20’ 58” + 91° 59’ 37”,3 - 197° 19’  35.1”
                        = 91° 01’ 00.15”
Cara pejet   :  196.2058 DEG + 91.593729 DEG – 197.193516 DEG = 2ndF DEG = 91.010013 (baca : 91° 01’ 00.13”).


H.    Menentukan deklinasi Bulan ( d( ) Mail Qamar
pk. 17.33.03 WIB ( pk. 10.33.03 GMT ) dengan menggunakan rumus interpolasi (Ta’dil) sebagai berikut:

 d(               = d(1 + k (d(2 -d(1 )
d(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT )        = -11° 05’ 23”
 d(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT )       = -11° 18’ 28”
 k  ( selisih waktu )                     =  00j 33m 03d.

 d(           =-11° 05’ 23” + 00j 33m 03d x ( -11° 18’ 28”- (-11° 05’ 23”))
               =-11° 12’ 35.4”
Cara pejet   :  11.0523 +/- DEG + 0.3303 DEG x (11.1828 +/- DEG - (11.0523 +/- DEG)) = 2ndF DEG =    -11.123540      (baca : -11° 12’ 35.4”).
I.       Menentukan Tinggi Bulan Hakiki ( h’( ) dengan menggunakan rumus:
sin h’ = sin f x sin d( + cos f  x cos d( x cos t(
  
·         Cara pejet kalkulator 1
6° 59’ 23” +/- sin x 11° 12’ 35.4” +/- sin + 6° 59’ 23” +/- cos x 11° 12’ 35.4” +/- cos x 91° 01’ 00.15” cos = shift sin shift ° = 0° 21’ 56.19”
·         Cara pejet kalkulator 2
shift sin (sin (-)6° 59’ 23” x sin (-)11° 12’ 35.4” + cos (-)6° 59’ 23” x cos (-)11° 12’ 35.4” x cos 91° 01’ 00.15”) = shift ° = 0° 21’ 56.19”
·         Cara pejet kalkulator 3
6.5923” +/- DEG sin x 11.123540 +/- DEG sin + 6.5923 +/- DEG cos x 11.123540 +/- DEG cos x 91.010013 DEG cos = 2ndF sin 2ndF DEG = 0.215620 (baca : 0° 21’ 56.20”).

Jadi Tinggi hilal hakiki   h’(        = +0° 21’ 56.19”

J.       Koreksi-koreksi yang diperlukan untuk memperoleh Tinggi Hilal Mar’i ( h( ):
1.Parallaks ( Par ), digunakan untuk mengurangi tinggi hilal hakiki.
     Untuk mendapatkan Parallaks ( Par ) harus melalui tahapan sebagai berikut:
a.       Menentukan Horizontal Parallaks (HP) Ikhtilaful Mandhar  saat ghurub, dengan rumus interpolasi (Ta’dil) sebagai berikut :
HP          = HP1 + k ( HP2 – HP1 ) 
HP(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT )     = 00° 54’ 08”
HP(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT )     = 00° 54’ 08”
k                      ( selisih waktu )  = 00j 33m 03d
HP                = 0° 54’ 08” + 00j 33m 03d x ( 0° 54’ 08”– 0° 54’ 08”)
                        = 0° 54’ 08”
Cara pejet:  0.5408 DEG + 0.3303 DEG  x ( 0.5408 DEG – 0.5408 DEG) = 2ndF DEG = 0.5408 (baca : 0° 54’ 08”).

b.   Parallaks ( Par )= HP cos h(.
                                          = 0° 54’ 08” x cos 0° 21’ 56.19”
                                          = 0° 54’ 07.93”
Cara pejet         :  0.5408 DEG x 0.215620 DEG cos = 2ndF DEG = 0.540793 (baca:  0° 54’ 07.93”).

2.        Semi diameter ( s.d. ) Nisfu Quthr bulan tidak perlu diperhitungkan karena yang memantulkan cahaya bukan bagian atas, melainkan kadang kala busur bagian bawah kanan, kadang kala bawah kiri dan kadang kala busur bagian bawah tepat. Dalam hal ini adalah bagian bawah kanan.

3.        Refraksi ( Ref ), digunakan untuk menambah tinggi hilal hakiki, dan untuk mendapatkan refraksi dapat digunakan rumus interpolasi (Ta’dil) yang datanya diambil dari tabel refraksi:

Ref   = Ref1 + k ( Ref2 - Ref1 )
Ref1 ( h( = +0° 19’ ) = 00° 26’,4
Ref2 ( h( = +0°22’ )  = 00° 25’,9
k  ( selisih )               = ((0° 21’ 56”,19  - 00 19’ ) ¸ ( 0° 22’ - 00 19’ ))
Ref                           = 0° 26’,4 + ((0° 21’ 56”,19  - 00 19’ ) ¸ ( 0° 22’ - 00 19’ )) x ( 00° 25’,9 - 00° 26’,4)              
                        = 00° 25’ 54”,64
Cara pejet               :  0.2624 DEG + ((0.215619 DEG – 0.19 DEG ) ¸ ( 0.22 DEG – 0.19 DEG )) x ( 0.2554 DEG – 0.2624 DEG) = 2ndF DEG = 0.255463     (baca : 00° 25’ 54.63”).

4.         Kerendahan ufuk ( ku / dip ), digunakan untuk menambah tinggi hilal hakiki. Dan untuk mendapatkannya dapat digunakan rumus:
ku / dip                     = 0° 1’,76 Ö h  
                                  = 0° 1’.76 Ö 95 m
                                  = 0° 17’ 09.26”
Cara pejet                :  0.014560 DEG x 95 Ö = 2ndF DEG = 0.170926 (baca : 0° 17’ 09.26”)

K.    Menentukan tinggi hilal mar’i ( h( ), dengan rumus:

h(                                                = h’( - Par + Ref + ku
                                       = +0° 21’ 56.19”  - 0° 54’ 07.93” + 00° 25’ 54.64” + 0° 17’ 09.26”
                                       = +00° 10’ 52.15”
Cara pejet                     :  0.215620 DEG – 0.540793 DEG + 0.255463 DEG + 0.170926 DEG = 2ndF DEG =0.105216 (baca 00° 10’ 52.16”)


L.     Mukuts / Lama Hilal di Atas Ufuk
Mukuts                           = h(  ¸ 15.
                                       =00° 10’ 52.15” ¸ 15
                                       =0j 0m 43.48d.             
Cara Pejet : 0.105215 DEG : 15 = 2ndF DEG = 0.004349
(baca : 0j 0m 43.48d)

M.   Azimuth hilal ( Az( ) dapat diperoleh dengan rumus:
Cotan A( = - sin fx ¸ tan t + cos fx x tan d0  ¸ sin t
  
·         Cara pejet kalkulator 1
6° 59’ 23” +/- sin +/- ¸ 91° 01’ 00.15” tan + 6° 59’ 23” +/- cos x 11° 12’ 35.4”  +/- tan ¸  91° 01’ 00.15” sin = shift 1/x shift tan shift °  = -78° 45’ 02.17”
·         Cara pejet kalkulator 2
shift tan ( - sin (-)6° 59’ 23” ¸ tan 91° 01’ 00.15” + cos (-)6° 59’ 23” x tan (-)11° 12’ 35.4”  ¸ sin 91° 01’ 00.15”)x-1 = shift ° = -78° 45’ 02.17”
·         Cara pejet kalkulator 3
6.5923 +/- DEG Sin +/- : 91.010013 DEG tan + 6.5923 +/- DEG Cos x 11.123540+/- DEG tan : 91.010013 DEG sin  = 2ndF  1/x  2ndF tan 2ndF DEG = -78.450218 (baca -78° 45’ 02.18”)
Jadi Azimuth bulan  = -78° 45’ 02.18” ( SB )

Az(                = 180° + 78° 45’ 02.17”
                        = 258°  45’  02.17”
Cara pejet           = 180 DEG +78.450218 DEG = 2ndF DEG
                           = 258.450218 (baca : 258°  45’  02.18)

N.    Posisi hilal ( P ) dapat diperoleh dengan rumus:
P(                  = Az( – Az0
                     = 258° 45’ 02.17” - 262°  50’  57.39”
                     = -04° 05’ 55.21” ( sebelah selatan matahari terbenam ).
Cara pejet   = 258.450218 DEG – 262.505739 DEG = 2ndF DEG = - 4.055520 (baca -04° 05’ 55.20”).


Kesimpulan :
1.      Ijtima’ akhir Ramadan 1428 H terjadi pada hari Kamis  Legi, tgl 11 Oktober 2007 pada pukul 12. 02. 29 WIB.
2.      Matahari terbenam (ghurub) = 17. 33. 03    WIB.
3.      Tinggi Hilal Hakiki   0° 21’ 56.19”
4.      Tinggi Hilal Mar’i  00° 10’ 52.15”
5.      Mukuts / Lama Hilal di atas ufuk  0j 0’ 43.48”.
6.      Azimuth Bulan 258°  45’  02.17”
7.      Azimuth mataHari  262°  50’  57.39”
8.      Posisi Hilal -04° 05’ 55”,21 (sebelah selatan matahari terbenam).


  1. KESIMPULAN
Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa tidak semua sistem hisab yang kita gunakan itu benar. Dalam suatu permasalahan kita pasti menemukan kelebihan dan kekurangan, begitu halnya dengan sistem hisab hakiki ini.
Kelebihan dari menggunakan metode hisab dalam menentukan awal bulan hijriyah adalah keefektifan waktu yang terpakai dan ketepatan hasil hisab karena telah didukung dengan data-data astronomis dan kaidah-kaidah ilmiyah. Apalagi jika ahli hisab memakai metode hisab modern atau kontemporer. Sehingga para ahli hisab tidak perlu repot-repot untuk mempersiapkan alat-alat yang digunakan oleh rukyatul hilal.
 Sedangkan kelemahannya terletak saat menggunakan alat hitung yang tidak sempurna sehingga hasilnya dapat berbeda dengan ahli hisab yang lainnya. Selain itu banyaknya macam dalam metode hisab mengakibatkan berbada juga hasilnya, antara lain hisab urfi dengan hasil hisab modern atau kontemporer yang menggunakan data ephimeris.

  1. PENUTUP
Demikianlah uraian tentang salah satu system hisab awal bulan qamariyah yaitu tentang system tahkiki yang sekiranya bisa kami sampaikan. Mudah-mudahan uraian singkat ini bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa dalam uraian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik konstruktif pembaca sangat kami butuhkan demi kebaikan, kesempurnaan dan bahan pertimbangan uraian kami selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

            Abdurrahim, Ilmu Falak, Yogyakarta : Liberty, 1983.
Abdul Latif Abu Wafa, al-Falak al-Hadis, Mesir: al-Qatr, 1993 M.
Ahmad s.s., Noor, Nurul Anwar, Kudus: TBS Kudus, t.t.
_________, Syamsul Hilal, Kudus: TBS Kudus, t.t.
Al-Jaelany, Zubaer Umar, Al Khulashah Al Wafiyah, Kudus : Menara Kudus, t.t.
Azhari, Susiknan, Saaduddin Djambek dalam Sejarah Pemikiran Hisab di Indonesia, Yogyakarta: PPs IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Ichtijanto, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Binbapera, 1981.
Karel A. steenbrink, BeberapaAspek Tentang Islam Di Indonesia Abad ke-19, cet. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, h. 3.
 Mark R Woodward, Jalan baru Islam Menetapkan Paradigma Mutakhir dalam Islam, terj. Ihsan Ali Fauzi, cet. I, Bandung : Mizan, 1998.
Taufik, Peranan Hisab dan Rukyah dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah, Semarang: orientasi tenaga hisab rukyah, 1997.
_________, Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia”, dalam Mimbar Hukum, Jakarta: Binbaga, 1992.
Thantawy al-jauhary, Tafsir al-Jawahir, juz VI, Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1436 H.
Wardan, Muhammad, Kitab Falak dan Hisab, Yogyakarta, 1995.



[1] Baca dalam Thantawy al-jauhary, Tafsir al-Jawahir, juz VI, Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1436 H, h. 16-17.
[2] Abdul Latif Abu Wafa, al-Falak al-Hadis, Mesir: al-Qatr, 1993 M, h. 3.
[3] Selengkapnya baca dalam buku Mark R Woodward, Jalan baru Islam Menetapkan Paradigma Mutakhir dalam Islam, terj. Ihsan Ali Fauzi, cet. I, Bandung : Mizan, 1998.
[4] Baca dalam Karel A. steenbrink, BeberapaAspek Tentang Islam Di Indonesia Abad ke-19, cet. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, h. 3.
[5] Dikutip dalam penelitian Ahmad Izzudin, Melacak Pemikiran Hisab Rukyah Tradisional (Studi Atas Pemikiran Muhammad Mas Mansur al-Batawi) bahwa pemilahan tersebut muncul dalam forum Seminar Sehari Hisab Rukyah tgl 27 April 1992 di Tugu Bogor diselenggarakan oleh Departemen Agama, Sriyatin Sadik.
[6] Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Agama Islam, 1981, h 99-100.
(1  1 siklus dalam tahun hijriyah yakni 30 tahun dengan 19 tahun Bashitoh dan 11 tahun Kabisat.
(2   Jumlah hari dalam  1 siklus tahun hijriyah ( 30 tahun ) yakni 354 x 19 di tambah 355 x 11.
(3 Di tambah 6 hari karena dalam 16 th terdapat 6 tahun kabisat. Untuk mengetahui jumlah tahun kabisatnya, angka tahun di bagi 30 jika sisanya terdapat angka 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,dan 29. Umur  bulan Dulhijjah untuk tahun kasibat  30 hari.
(4   Jumlah hari dalam tahun hijriyah : Muharam 30 hari, Shafar 59 hari, R. Awal 89 hari, R Akhir 118 hari, J. Awal 148 hari,  J. Akhir 177 hari, Rajab 207 hari, Sya’ban 236 hari,  Ramadan 266 hari, Syawal 295 hari, Dulqa’dah 325 hari dan Dulhijjah 354 / 355 hari.
(5  Dari data 505946 hari, bisa digunakan untuk mencari hari dan pasaran dengan cara jika untuk mencari hari dengan dibagi 7  dengan sisa berapa ? dihitung dari hari Jum’at, sedangkan untuk pasaran dibagi 5 dengan sisa berapa ? dihitung dari pasaran legi. Contoh untuk 505946 dibagi 7, sisa 0 berarti hari Kamis, sedangkan pasaran dibagi 5 sisa 1 berarti Pahing, jadi untuk 29 Ramadan 1428 H jatuh pada hari jum’at Pahing.
(6  Ini jumlah hari dari penentuan 1 Muharram 1 H yakni 15 Juli 622 M ( 155 tahun kabisat, 466 tahun bashitah  ( 226820 hari )  + 181 (bulan juli)  + 15 hari.
(7  Dari data ini juga bias digunakan untuk mencari hari dan pasaran, dengan cara untuk hari dengan dibagi 7 sisa berapa ? dihitung dari hari Ahad, sedangkan untuk pasaran dibagi 5 sisa berapa ? dihitung dari pasaran pahing ( pahing – pon – wage – kliwon – legi )
(8  Jumlah hari dalam 1 siklus tahun Masehi  ( 1 kabisat 366 hari dan 3 tahun bashitah 365 hari ).
(9 Untuk jumlah hari Masehi Basitoh / Kabisat = Januari (31), Februari (59/60), Maret (90/91), April (120/121), Mei (151/152), Juni( 181/182), Juli (212/213), Agustus (243/244), Sept (273/274), Okt (304/305), Nop (334/335), Des (365/366)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar