Global Variables

Rabu, 25 April 2012

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM
       I.            Pendahuluan
Dalam perjalanan sejarah sekte-sekte yang lahir dan dinisbahkan pada Islam selalu ada intervensi dari kancah perpolitikan. Hal ini bisa diamati setelah wafatnya Rasulullah, perselisihan mulai tampak di kalangan umat Islam zaman dahulu, mulai dari menentukan tempat pemakaman Rasul sampai pada persoalan yang sangat pelik, yaitu persoalan imamah.
Terlepas dari realita yang terjadi pada masa lampau tersebut, ternyata nabi sendiripun telah meramalkan akan terjadi perpecahan di kalangan umat Islam yang beliau gambarkan melalui hadisnya. Hal ini semakin nyata ketika terjadi peperangan di kalangan sahabat yang tidak hanya mempersoalkan tentang kekhalifahan, namun mempunyai implikasi yang lebih besar lagi, yaitu munculnya aliran-aliran teologi dalam Islam.
Adalah Syi’ah dan Khawarij yang dipandang paling kuat muncul karena adanya peristiwa arbitrase dalam persengketaan yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah pada perang Shiffin.[1] Untuk pembahasan yang lebih lanjut akan dibahas dalam makalah ini.
    II.            Pembahasan
A.    Aliran Syi’ah
1)         Sejarah aliran Syiah
Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī شيعي. "Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun).[2]
Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama diantara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.
Syi’ah sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib a.s. (imam pertama kaum Syi’ah) sudah muncul sejak Rasulullah SAW masih hidup. Hal ini dapat dibuktikan dengan realita-realita berikut ini[3]:
Pertama, ketika Rasulullah SAW mendapat perintah dari Allah SWT untuk mengajak keluarga terdekatnya masuk Islam, ia berkata kepada mereka: Barang siapa di antara kalian yang siap untuk mengikutiku, maka ia akan menjadi pengganti dan washilku setelah aku meninggal dunia. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang bersedia untuk mengikutinya kecuali Ali a.s. Sangat tidak masuk akal jika seorang pemimpin  pergerakan (di hari pertama ia memulai langkah-langkahnya) memperkenalkan penggantinya setelah ia wafat kepada orang lain dan tidak memperkenalkanya kepada para pengikutnya yang setia. Atau ia mengangkat seseorang untuk menjadi penggantinya, akan tetapi, di sepanjang masa aktifnya pergerakan tersebut ia tidak memberikan tugas sedikit pun kepada penggantinya dan memperlakukannya sebagaimana orang biasa. Keberatan-keberatan di atas adalah bukti kuat bahwa Imam Ali a.s. setelah diperkenalkan sebagai pengganti dan washil Rasulullah SAW di hari pertama dakwah, memiliki misi yang tidak berbeda dengan missi Rasulullah SAW dan orang yang mengikutinya berarti ia juga mengikuti Rasulullah SAW.
Kedua, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir yang dinukil oleh Ahlussunnah dan Syi’ah, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Imam Ali a.s. terjaga dari setiap dosa dan kesalahan, baik dalam ucapan maupun perilaku. Semua tindakan dan perilakunya sesuai dengan agama Islam dan ia adalah orang yang paling tahu tentang Islam.
Ketiga, Imam Ali a.s. adalah sosok figur yang telah berhasil menghidupkan Islam dengan pengorbanan-pengorbanan yang telah lakukannya. Seperti, ia pernah tidur di atas ranjang Rasulullah SAW di malam peristiwa lailatul mabit ketika Rasulullah SAW hendak berhijrah ke Madinah dan kepahlawannya di medan perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar. Seandainya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak pernah dilakukannya, niscaya Islam akan sirna di telan gelombang kebatilan.
Keempat, peristiwa Ghadir Khum adalah puncak keistimewaan yang dimiliki oleh Imam Ali a.s. Sebuah peristiwa (yang seandainya dapat direalisasikan sesuai dengan kehendak Rasulullah SAW) akan memberikan warna lain terhadap Islam.
Semua keistimewaan dan keistimewaan-keistimewaan lain yang diakui oleh Ahlussunnah bahwa semua itu hanya dimiliki oleh Imam Ali a.s. secara otomatis akan menjadikan sebagian pengikut Rasulullah SAW yang memang mencintai kesempurnaan dan hakikat, akan mencintai Imam Ali a.s. dan lebih dari itu, akan menjadi pengikutnya. Dan tidak menutup kemungkinan bagi sebagian pengikutnya yang memang memendam rasa dengki di hati kepada Imam Ali a.s., untuk membencinya meskipun mereka melihat ia telah berjasa dalam mengembangkan dan menjaga Islam dari kesirnaan
Adapun mengenai waktu lahirnya kaum syi’ah[4] telah terjadi perbedaan pendapat :
a.       Menurut Muhammad Jawad Mughniyah (orang syi’ah sendiri) Syi’ah lahir bersamaan dengan adanya nash Nabi Muhammad mengenaikeangkatan Ali menjadi khalifah
b.      Menurut Abu Zahrar, syi’ah lahir pada akhir masa Khalifah Utsman bin Affan
c.       Ada yang mengatakan syi’ah lahir pada perang jamal (perang antara Ali dan Aisyah)
d.      Ada yang mengatakan syi’ah lahir pada hari timbulnya khawarij
e.       Menurut Toha Hussain, syi’ah lahir pada masa pemerintahan Hasan bin Abi Thalib
f.       Menurut Ibnu hamzah Al-husaini, golongan khusus yang dinamakan syi’ah lahir pada masa pemerintahan Abasiyah.
B.     Pelopor Aliran Syi’ah
Mengenai pelopor kaum syi’ah terjadi perbedaan pendapat, yaitu :
a.       Menurut Sirajudin Abbas, abdullah bin Saba adalah orang yang menaburkan faham syi’ah
b.      Menurut Abu Bakar Aceh, orang yang menaburkan faham Muhammad bin Ali bin Abi Thalib sebagai Mahdi adalah mukhtar bin Abi Ubaid. Lalu terjadi lah golongan syi’ah.[5]
C.    Ajaran Aliran Syi’ah
Aliran-aliran Syi’ah dibagi menjadi dua, yaitu: aliran Syi’ah yang lurus dan aliran Syi’ah yang menyeleweng.
a)      Aliran Syi’ah yang lurus.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah aliran Itsna ’Asyar Imamiyah (Ja’fariyah dan Zaidiyyah).
Dalam pengertian hukum Fiqih, aliran ini hampir tidak berbeda dengan aliran Ahlus Sunnah. Kedua-duanya sama-sama bersumber pokok pada al-Qur’an dan Hadits. Tetapi menurut keyakinan mereka, pintu Ijtihad tidak pernah tertutup. Bahkan Syaikh Mahmud Syaltut (Ex Rektor Universitas Al-Azhar, Mesir) pernah menfatwakan, boleh beribadah dengan madzhab Ja’far. Kefanatikan mereka terhadap ’Ali hanyalah merupakan ajaran furu’ yang tidak termasuk bertentangan dengan ushul Islam yang tiga yaitu; Tauhid, Nubuwwah, dan Ma’had.[6]
b)      Aliran Syi’ah yang menyeleweng.
Inilah yang pelopornya Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang berasal dari Yaman. Abdullah bin Saba’ antara lain mengajarkan[7]:
                  1.      Al-Wishayah.
Al-Wishayah ialah wasiat. Nabi Muhammad Saw berwasiat supaya khalifah (imam) sesudah beliau ialah Sayyidina ’Ali. Sayyidina ’Ali kadang-kadang digelari oleh mereka ”Al-Washiy”, yaitu orang yang diberi wasiat.
                  2.      Ar-Raj’ah.
Ar-Raj’ah ialah kembali. Aliran Syi’ah mengajarkan, bahwa Nabi Muhammad Saw tidak boleh kalah dari Nabi ’Isa. Kalau Nabi ’Isa akan kembali pada akhir zaman untuk menegakkan kebenaran maka Nabi muhammad Saw lebih patut untuk kembali. Sayyidina ’Ali pun akan kembali di akhir zaman untuk menegakkan keadilan. Ia tidak percaya bahwa Sayyidina ’Ali mati terbunuh, beliau masih hidup.
Ajaran ini dibawa dari kepercayaan kaum Yahudi yang mengajarkan bahwa Nabi Ilyas belum mati. Ajaran inilah yang kemudian menjadi kepercayaan kaum Syi’ah.
                  3.      Ketuhanan Ali.
Aliran ini juga mengajarkan bahwa tubuh ’Ali bersemayam unsur ketuhanan yang telah bersatu padu dengan tubuh ’Ali, karena itu beliau mengetahui segala yang ghaib, karena itu selalu menang dalam peperangan melawan orang kafir, suara petir adalah suara ’Ali dan kilat adalh senyyuman ’Ali.
Kemudian dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'uddin {masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin[8]:
1.   Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
2.   Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
3.   An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah pada keberadaan para nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian ialah:
o  Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
o  Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.
o  Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Beliaulah nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada.
o  Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
o  Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi Muhammad SAW.
4.      Al-Imamah, bahwa bagi Syi'ah berarti pemimpin urusan agama dan dunia, yaitu seorang yang bisa menggantikan peran Nabi Muhammad SAW sebagai pemelihara syariah Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman umat. Al-hadits yang juga diriwayatkan Sunni: "Para imam setelahku ada dua belas, semuanya dari Quraisy".
5.      Al-Ma’ad, bahwa Syi'ah mempercayai kehidupan akhirat.
D.    Penggolongan Aliran Syiah
Aliran syi’ah ini terpecah-pecah kepada beberapa golongan, diantaranya ialah[9] :
1.      Syi’ah sabaiyah yaitu pengikut abdullah bin Saba’.Termasuk golongan yang keterlaluan
2.      Syi’ah kaisaniyah yaitu pengikut Mukhtar bin Ubay as-sakhofi. Mempercayai adanya ruh tuhan dalm tubuhnya Ali. Imam-imam Ali Ma’sum
3.      Syi’ah imamiyah. Percaya kepada 12 imam, yaitu :
1)      Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2)      Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3)      Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4)      Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5)      Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6)      Jafar bin Muhammad (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
7)      Musa bin Ja'far (745799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
8)      Ali bin Musa (765818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
9)      Muhammad bin Ali (810835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
10)  Ali bin Muhammad (827868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
11)  Hasan bin Ali (846874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
12)  Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi[10]
4.      Syi’ah hanya tujuh imam yaitu dari Ali sampai Ismail bin Ja’far Shodiq
5.      Syi’ah zaidiyah adalah syiah yang moderat, mereka tidak mengkafirkan Abu bakar, Umar, dan Ustman.
6.      Syi’ah  qoromithah, yaitu kaum syi’ah yang suka menafsirkan Al-quran sesuka hatinya.

B.     Aliran Khawarij
a.      Latar Belakang Kemunculan
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab berakar dari kata kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.[11] Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Shiffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughot (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.[12]
Kemunculan aliran khawarij ini dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan  yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang Shiffin yang berakhir dengan keputusan tahkim. Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Ash, utusan dari pihak Mu’awiyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kembali kepada hukum-hukum yang ada pada al-Quran, La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau la hukma illa allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka terkenal dengan sebutan khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dan memisahkan diri.[13]
Peristiwa keluarnya orang-orang yang semula berpihak pada Ali adalah ketika Ali menerima tahkim, Ali bermaksud mengutus Abdullah bin Abbas sebagai hakam (juru damai), tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka mengatakan bahwa ibn Abbas berasal dari suku Ali sendiri, kemudian mereka memaksa Ali agar menunjuk Abu Musa al-Asy’ari untuk bertahkim dengan kitab Allah. Tetapi ketika tahkim itu tidak berjalan sesuai keinginan mereka, merekapun menolak keputusan yang telah ditetapkan oleh kedua hakam tersebut. Setelah kejadian itu, mereka bergerak menuju Harura’.[14] Dengan arahan Abdullah al-Kiwa, mereka sampai di Harura, di sana kelompok ini melanjutkan perlawanan kepada Ali dan Mu’awiyah. Mereka mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab ar-Rasyibi.[15]
Sekte ini mempunyai beberapa nama lain, yaitu al-Haruriyah sebagai nisbah terhadap Harura’, desa yang menjadi markas mereka, mereka juga disebut al-Muhakkimah yakni orang-orang yang menyatakan La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah). Sedangkan orang-orang Khawarij sendiri menamakan diri sebagai al-Syarrat artinya orang-orang yang menjual diri mereka kepada Allah, berdasarkan firman-Nya yang berbunyi, “Dan di antara manusia ada orang yang menjual (yasyri) diri mereka karena mencari keridlaan Allah.” (QS. al-Baqarah: 207).[16]
b.      Khawarij dan Doktrin-doktrin Pokoknya
Di antara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah sebagai berikut:[17]
·   Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam dan tidak harus berasal dari keturunan Arab
·   Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman
·   Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahan Utsman bin Affan dianggap menyeleweng
·   Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng
·   Semua yang terlibat dalam peristiwa tahkim dianggap kafir, begitupula dengan pasukan perang Jamal yang melawan Ali
·   Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh
·   Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, bila tidak mau bergabung ia wajib diperangi karena hidup dalam daar al-Harb (negara musuh). Sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam daar al-Islam (Negara Islam)
·   Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
·   Adanya wa’ad dan wa’id
·   Amar ma’ruf nahi munkar
·   Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang nampak mutasyabihat
·   Qur’an adalah makhluk
·   Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan
Bila memperhatikan doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh Khawarij seperti yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga pilar yang mendasari doktrin kelompok ini, yaitu politik, teologi, dan sosial.
Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Radikalitas ini sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabakan watak dan pola pikirnya yang menjadi keras, berani, tak bergantung pada orang lain, bebas, namun mereka sangat fanatik dalam menjalankan agama.[18]
Sifat fanatik ini biasanya mendorong seseorang berpikir sederhana, melihat teks berdasarkan interest atau kepentingan pribadi dan bukan berdasarkan pada konsistensi logis, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya bukan dari kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaan yang dianutnya dan menolak, mengabaikan teks yang antitesis terhadap sistem kepercayaannya.
c.       Perkembangan Khawarij
Banyak sekali pendapat yang berbeda mengenai pecahan dari aliran Khawarij, namun al-Asfarayani dan para teolog lain sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan macam: al-Muhakkimah, al-Azriqoh, an-Nadjat, al-Baihasiyah, al-Ajaridah, as-Saalabiyah, al-Abadiyah, dan al-Sufriyah.[19]
Topik utama yang dipersoalkan oleh semua sekte tersebut masih berkutat pada status orang-orang yang melakukan dosa besar, apakah ia masih mukmin atau kafir. Nampaknya doktrin teologi ini masih menjadi isu sentral dan primadona dalam pemikiran mereka sedangkan doktrin-doktrin lain hanya sebagai pelengkap saja.
Pada perkembangan selanjutnya, aliran yang dianggap radikal dan yang mempunyai doktrin yang identik dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij. Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu:[20]
·   Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun oarng itu adalah orang Islam
·   Islam yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan
·   Orang-orang Islam yang tersesat dan kafir perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam yang seperti mereka fahami dan amalkan
·   Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka
·   Pemerintahan dan ulama’ yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, untuk itu mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri

Penutup
Demikian makalah mengenai aliran teologi Syi’ah dan Khawarij ini kami susun. Penyusun menyadari tentunya banyak sekali terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati penyusun mengharap saran dan kritik rekonsruktif dari para pembaca demi perbaikan di masa selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
Abbas Sirajuddin. 1984. I’tkad Ahlussunnah Wal-Jama’a. Jakarta : Pustaka Tarbiyah
Basalim, Umar, 1987.  Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. Jakarta: P3M
Najjar, Amir, 1993. Aliran Khawarij. Jakarta: Lentera
Nasution, Harun, 1985. Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI Press
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon, 2001. Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia
http://Zaenab Elhabsyi's site.diakses tgl 17 mei 2011
Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas,1983)
http://wikipedia.com diakses 17 mei 2011


[1] Shiffin adalah nama suatu tempat di tepi sungai Efrat, dekat al-Riqqah
[2] http://wikipedia.com diakses 17 mei 2011

[3] http://Zaenab Elhabsyi's site.diakses tgl 17 mei 2011

[4] Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas,1983), hal. 414
[5] Ibid
[7] Sirajuddin ‘Abbas, I’tkad Ahlussunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 1984), hal 102.
[9] Syahminan Zaini, Op. cit, hal 401
[11] Dr. Abdul Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag,  Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia,    2001. hal. 49
[12] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press, 1985. hal. 11
[13] W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim. Jakarta: P3M, 1987. hal. 10
[14] Selengkapnya lihat Dr. Amir al-Najjar, Aliran Khawarij. Jakarta: Lentera, 1993. hal. 51-52
[15] Dr. Abdul Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Op. cit. hal. 51
[16] Dr. Amir al-Najjar, Op. cit. hal. 52
[17] Dr. Abdul Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Op. cit. hal. 51-52
[18] Dr. Abdul Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Op. cit. hal. 53
[19] Ibid, hal. 55 lihat juga Dr. Amir al-Najjar, loc. Cit. hal. 61
[20] Lihat  Dr. Abdul Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Op. cit. hal. 55-56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar